RSS

TITRASI BEBAS AIR


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak mengunakan air sebagai pelarut,tetapi di gunakan pelarut organik. Titrasi ini dilakukan pada zat asam atau basa lemah seperti halnya asam-asam organik atau alkoloida. Alkoloida sukar larut dalam air juga kurang reaktif dalam air, seperti misalnya garam-garam amina dimana garam-garam dirombak dulu menjadi basa bebas yang larut dalam air. Pelarut yang biasa digunakan dibagi atas dua golongan yaitu pelarut protolitis dan pelarut amfiprotolitis.
Indikator yang digunakan adalah berupa senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah, dimana warna molekulnya berbeda dengan warna bentuk ionnya. Titrasi bebas air biasanya dalam bidang farmasi digunakan untuk menentukan kadar obat-obatan karena sebagian senyawa obat tidak dapat ditentukan kadarnya dalam air karena keasama dan kebasaannya lemah.
B.   Rumusan Masalah
Bagaimana penentuan kadar coffein  dengan metode titrasi bebas air?


C.   Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini adalah mengetahui dan memahami penentuan kadar coffein dengan menggunakan metode titrasi bebas air.
D.   Tujuan Praktikum
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kuantitas senyawa (coffein) dengan metode titrasi bebas air.
E.   Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum titrasi bebas air agar mahasiswa dapat mengaplikasikan metode bebas air dalam bidang farmasi yakni penetapan kadar obat yang bersifat asam dan basa lemah yang sukar larut dalam air.











BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.   Teori Umum
Titrasi Bebas air atau Titrasi Non-Aqua adalah titrasi yang menggunakan pelarut organik sebagai pengganti air. Dengan pelarut organik tertentu, kekuatan asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan suatu titrasi yang tidak memuaskan dalam pelarut air. Seperti yang telah diketahui asam dan basa bersifat lemah seperti halnya asam-asam organik atau alkaloida-alkaloida , cara titrasi dalam lingkungan berair tidak dapat dilakukan,karena disamping sukar larut dalam air juga kurang reaktif dalam air, seperti misalnya garam-garam amina, dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu menjadi basa bebas yang larut dalam air. Dibidang  farmasi teknik kini banyak dipakai karena banyak obat bersifat asam atau basa lemah yang sukar larut dalam air. Dengan memilih pelarut yang tepat, penetapan kadar dari komponen campuran asam atau basa juga dimungkinkan (Tim Penyusun Kimia Analisis, 2011).
Teori asam-basa dari Arrhenius  ternyata tidak berhasil menjelaskan sifat karakteristik dari asam dan basa  dalam pelarut organik. Dalam hal ini, teori yang umum telah dikemukakan oleh bronsted. Menurut teori ini, asam adalah pemberi proton, sedangkan basa adalah penerima proton (Underwood, 2002) ;
HB    ↔      H+    +      B-
asam           proton        basa
Pada reaksi diatas, ion B- adalah basa konjugasi dari asam HB dan sebaliknya asam HB adalah basa konjugasi  dari basa B-. Reaksi tersebut semata-mata dimaksudkan untuk menjelaskan definisi dari asam dan basa, dan bukan merupakan reaksi yang sesungguhnya. Reaksi tersebut baru bisa berlangsung ke kanan apabila ada yang menerima protonnya.
Kekuatan suatu asam disamping ditentukan oleh potensi dari asam itu untuk melepaskan proton, tetapi juga tergantung dari kekuatan basa yang akan menerima protonnya. Jadi, asam lemah akan menjadi lebih kuat bila direaksikan dengan basa yang lebih kuat. Misalnya, asam asetat akan menjadi lebih kuat dalam amonia lebih kuat dari air (Underwood, 2002).
Dalam urutan berikut, sifat asam dari pelarut berkurang ke kanan dan akhirnya sifat basa bertambah;
HClO4    HBr   H2SO4  HCl    HNO3    CH3COOH  fenol  air  piridin
Dalam urutan tersebut, air lebih bersifat basa daripada asam asetat. Karena itu asam-asam mineral lebih mudah memberikan proton kepada air daripada asam asetat. Dalam hal ini kekuatan asam-asam mineral  terhadap air boleh dikatakan sama, sehingga air dikatakan “leveling” bagi asam-asam tersebut.  Dalam asam asetat kekuatan asam-asam mineral tersebut ternyata  dapat dibedakan sesuai dengan urutan tersebut diatas asam perklorat adalah yang paling kuat. Dalam hal ini asam asetat dikatakan sebagai “ differentiating solvent” bagi asam-asam  tersebut.  Dengan demikian, maka asam perklorat adalah titran yang paling baik pada titrasi bebas air (Susanti, 1992).
Seperti  telah diuraikan diatas, kekuatan asam dan basa ditentukan pula oleh kemampuan pelarut untuk menerima dan melepaskan proton. Berdasarkan hal ini maka pelarut dapat dibedakan menjadi (Martin, 1992);
1.    Pelarut protogenik, adalah pelarut yang mudah memberikan proton. 
Misalnya : asam-asam.
2.    Pelarut protofilik, adalah pelarut yang mudah menerima proton.
Misalnya : basa-basa, eter, keton.
3.    Pelarut amfiprotik, adalah pelarut yang dapat menerima maupun memberikan proton.
Misalnya :  air, asam asetat, alkohol.
4.    Pelarut aprotik, adalah pelarut yang tidak dapat menerima maupun memberikan proton.
           Misalnya : kloroform, benzen, dioksan.
Dalam memilih pelarut, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu (Tim Penyusun, 2011);
  1. Sifat asam-basa dari pelarut. Untuk menitrasi basa lemah, maka dipilih pelarut yang lebih
bersifat asam,dan demikian pula sebaliknya. Misalnya, pada titrasi basa lemah, asam asetat lebih baik daripada air.
  1. Tetapan autoprotolisis
  2. Tetapan dielektrik
Penetapan titik akhir pada titrasi bebas air, dapat dilakukan dengan penambahan indikator atau lebiuh disukai cara potensiometrik. Perubahan warna indikator dalam pelarut organik berbeda dengan perubahannya dalam pelarut air. Hal ini disebabkan antara lain karena pelarut organik mempunyai tetapan dielektrik yang lebih kecil daripada air. Hal ini mengakibatkan indikator asam basa yang cocok untuk titrasi dengan pelarut air belum tentu baik untuk titrasi bebas air. Cara penetapan titrasi bebas air seringkali menimbulkan kesalahan-kesalahan, dan dengan cara titrimetri bebas air hal-hal seperti ini dapat dihindari dengan cara membuat zat dapat larut dan reaktif dalam air. Metode ini memiliki beberapa keuntungan misalnya zat-zat yang tidak dapat larut dalam air misalnya basa-basa organic dapat dititrasi dalam pelarut dimana zat-zat itu dapat segera larut baik mengunakan pelarut-pelarut proteclitis maupun pelarut-pelarut yang tidak bersifat proteclitis (Underwood, 2002).
Ada tiga teori yang digunakan untuk menerangkan reaksi netralisasi dalam suatu pelarut,yaitu teori titrasi ikatan hidrogen, teori lewis, dan teori bronsted. Senyawa-senyawa murni dapat dititrasi secara langsung , tetapi sarinya juga diperlukan isolasi dari bahan-bahan yang berkhasiat untuk mencegah terhadap bahan penambah.Dalam ururtan penurunan basa kuat adalah kalium metilat, natrium metilat, dan litium natelat (Santoso, 1994).

B.   Uraian Bahan
1.     Asam perklorat (Dirjen POM FI IV : 1134)
            Nama resmi             :  Asam perklorat
Nama lain                :  Perchlorit acid
RM/BM                     :  HClO4 / 100,5
Pemerian                 :  Cairan jernih tak berwarna
Kelarutan                :  Larut dalam air
Penyimpanan          :  Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               :  Sebagai larutan baku
Penyimpanan         :  Dalam wadah tertutup baik
2.    Benzen (Dirjen POM FI IV : 1138)
Nama resmi               :  Benzena
Nama lain                   :  Benzena
RM/BM                       :  C6H6 / 78,11
Pemerian                  :  cairan seperti minyak, tidak berwarna
     Kelarutan              :   Tidak larut dalam air dingin, larut dalam etanol dan eter
Penyimpanan           :   Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                 :   Sebagai pelarut
3.    Coffein (Dirjen POM FI IV : 254)
Nama resmi               :  COFFEINUM
Nama lain                  :  Kofein
RM/BM                       : C8H10N4O2/194,19
Pemerian                    :  Serbuk hablur bentuk jarum, mengkilat, biasanya menggumpal, putih, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan                  :  Agak sukar larut, larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, sukar larut dalam eter P
Penyimpanan           :   Dalam wadah tertutup baik.
Kandungan              :  Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%  C8H10N4O2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Kegunaan                 :   Sebagai sampel
4.    Kristal violet (3: 698)
             Nama resmi     : Gertian violet            
             Nama lain                 : Kristal violet     
RM/BM                       : C25H30ClN3 / 408
             Pemerian                    : Hablur berwarna hijau tua.
Kelarutan                 : Sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P. Larutannya berwarna lembayung tua.
Kegunaan                   :  Sebagai indikator
Penyimpanan              : Dalam wadah tertutup baik

C.   Prosedur Kerja (Tim Penyusun, 2011)
Timbang 100 mg coffein, larutkan dalam erlenmeyer 10 ml anhidrat asetat   kemudian dipanaskan diatas penangas air . setelah dingin, ditambahkan 20 ml benzene serta 3 tetes indicator Kristal violet. Titrasi dengan asam perklorat 0,05 N hingga terjai warna hijau toska.
Tiap ml asam perklorat 0,05 N = 97,1 mg coffein

















BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
A.   Alat yang Dipakai
Adapun alat yang digunakan adalah buret, batang pengaduk,  cawan porselen, erlenmeyer, gegep kayu, gelas arloji, gelas kimia, klem, lap halus, lap kasar, penangas air, pipet tetes, sendok tanduk, statif, timbangan analitik.
B.   Bahan yang Dipakai
Adapun bahan yang digunakan adalah Anhidrat asetat, Asam perklorat, Benzan, Coffein, Indikator kristal violet, kertas timbang, dan tissue.
C.   Cara Kerja
Ditimbang 100 mg coffein, dilarutkan dalam erlenmeyer 10 ml anhidrat asetat   kemudian dipanaskan diatas penangas air . Setelah dingin, ditambahkan 20 ml benzene serta 3 tetes indicator Kristal violet. Dititrasi dengan asam perklorat 0,05 N sampai terjadi warna hijau toska.






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KOMPLEKSOMETRI


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikatpada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom  oksigen penyumbang dalam molekul.
B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada pecobaan ini adalah bagaimana penentuan kadar suatu larutan dengan menggunakan metode kompleksometri?
C.   Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui penentuan kadar suatu larutan dengan menggunakan metode kompleksometri.
D.   Maksud Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah mengetahui dan memahami penentuan kadar suatu larutan dengan menggunakan metode kompleksometri.
E.   Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengaplikasikan metode kompleksometri dalam bidang farmasi.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.   Teori Umum
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi (Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan (Khopkar, 2002) ;
   M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
B.   Uraian Bahan
1.    Aquadest  (Dirjen POM III 1979 : 97)
Nama resmi                   : AQUA DESTILLATA
Nama lain                      : Air suling
Rumus molekul            : H2O
Berat molekul               : 18,02 gr/mol
Pemerian                       : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Kelarutan                      : Larut dalam air
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                     : Sebagai pelarut
2.    EBT (Etilen Biru Timol)
Nama  resmi                  : ETILEN BIRU TIMOL
Nama lain                      : EBT, Biru hidroksi naftol
RM                                  : C20H14N2O11S3
BM                                  : 554,52 gr/mol
Pemerian                       : Hablur, biru kecil
Kelarutan                      : Mudah larut dalam air
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                     : Sebagai indikator
3.    EDTA (Dirjen POM IV 1979 :1955)
Nama resmi                   : ETILEN DIAMINA TETRA ASETAT
Nama lain                      : EDTA
RM/BM                           : C2H8N2/ 98,96
Pemerian                       : Cairan jernih tidak berwarna atau agak kuning, bau seperti amoniak, bereaksi alkali kuat.
Kelarutan                      : Dapat bercampur dengan air maupun dengan etanol
Kegunaan                     :  Sebagai titran
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup
4.    Ammonia 10% (Dirjen POM IV 1979 :94)
Nama resmi                   : AMMONIA
Nama lain                      : Amonia
RM/BM                           : NH3 / 17,03 gr/mol
Pemerian                       : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas menusuk kuat
Kelarutan                      : Larut dalam air
Kegunaan                     : Sebagai pereaksi
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu tidak lebih dari 250 C
5.    NaOH / Natrium Hidroksida (Dirjen POM IV 1979 :589)
Nama resmi                   : NATRII HYDROXIDUM
Nama lain                      : Natrium hidroksida
RM/BM                           : NaOH/ 40,00
Pemerian                       : Putih, atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, keras, dan rapuh.
Kelarutan                      : Mudah larut dalam etanol dan air
Kegunaan                     : Sebagai pereaksi
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat
6.    ZnSO4 ((Dirjen POM IV 1979 :836)
Nama resmi                   : ZINCI SULFAS
Nama lain                      : Zink sulfat
RM                                  : ZnSO4
Kelarutam                      : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam gliserol, dan tidak larut dalam etanol
Pemerian                       : Hablur transparan atau jarum-jarum kecil, serbuk hablur atau butir, tidak berwarna, tidak berbau, larutan memberikan reaksi asam terhadap kertas lakmus.
Kegunaan                     : Sebagai sampel
Penyimpanan               : Dalam  wadah tertutup baik





C.   Prosedur Kerja (Anonim, 2011)
Ditimbang seksama 100 mg zat uji, kemudian dilarutkan dalam Erlenmeyer dengan 100 ml air suling, tambahkan NaOH encer tetes demi setetes secukupnya hingga terbentuk endapan yang mantap. Tambahkan 5 ml dapar ammonia pH 10, titrasi dengan EDTA 0,05 M menggunakan indicator EBT-NaCl 20 mg hingga terjadi warna biru.
Tiap ml EDTA 0,05 M setara dengan 14,38 mg ZnSO4.7H2O
















BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
A.   Alat yang Dipakai
Adapun alat yang digunakan adalah batang pengaduk, buret, botol semprot,  cawan porselen, corong kaca, erlenmeyer, gelas arloji, gelas kimia, klem, lap halus, lap kasar, pipet tetes, sendok tanduk, statif, timbangan analitik.
B.   Bahan yang Dipakai
Adapun bahan yang digunakan adalah ammonia 10 %, aquadest, EDTA (Etilen Diamina Tetra Asetat), Indikator EBT (Etilen Biru Timol), kertas timbang, NaOH (Natrium hidroksida), tissue, dan Zink Sulfat (ZnSO4).
C.   Cara Kerja
Ditimbang 50 mg ZnSO4 kemudian dilarutkan dalam Erlenmeyer dengan 50 ml aquadest, ditambahkan NaOH 0,1 M sampai terbentuk endapan yang mantap. Ditambahkan 5 ml Ammonia 10 %, kemudian ditambahkan 8 tetes indicator EBT dan dititrasi dengan EDTA 0,0499 M sampai terjadi warna biru.




Skema Kerja



BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
A.   Hasil Praktikum
1.    Data Pengamatan
Kelompok
Sampel
Berat sampel
Volume
 % kadar
% Rata-rata
    I
  II
   I
  II
    I
   II
      I
ZnSO4
50,0
50,2
3,5
3
56,36 %
48,13 %
52,245%
     II
ZnSO4
50,5
50,9
4,3
4,4
68,5 %
69 %
68,75%
    III
ZnSO4
50,3
50,6
3,5
4,5
56,05%
71,64 %
63,84%
    IV
ZnSO4
50,7
50,7
4,1
3,8
65,22 %
60,47%
62,84%

2.    Reaksi
 Reaksi sampel dengan pelarut air
ZnSO4 + H2O                 Zn2+ + SO42-

Reaksi sampel ditambahkan NaOH
Zn2+ + NaOH + NH3                 Zn(OH)2 + Na+ + NH3

Reaksi sampel dengan Indikator EBT
Zn(OH)2 ­ +
 


                             

                                                 O – Zn - O
  SO3                                           N = N                                                 + H2O
 


NO3
3.    Perhitungan
Kelompok 1
I.         100%

II.       100%
III.           % Rata-rata =
                    = 

                                                   
Kelompok 2
I.             100%
II.           100%
III.          % Rata-rata =
                    = 
                                                   
Kelompok 3
I.             100%
II.           100%
III.          % Rata-rata =
                    = 
                                                   

Kelompok 4
I.             100%

II.           100%
III.          % Rata-rata =
                    = 









B.   Pembahasan
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Titrasi kompleksometri sangat dipengaruhi oleh pH. Hanya pada harga-harga pH lebih besar kira-kira 12, kebanyakan EDTA ada dalam bentuk tetraanion Y'-. Pada harga-harga pH yang lebih rendah, zat yang berproton HY3-, dan seterusnya, ada dalam jumlah berlebihan. Jelaslah bahwa kecenderungan yang sebenarnya untuk membentuk khelonat logam pada sembarang pH tidak dapat diperbedakan langsung

Pada percobaan kompleksometri ini pertama-tama ditimbang 50 mg ZnSO4 kemudian dilarutkan dalam Erlenmeyer dengan 50 ml aquadest, ditambahkan NaOH 0,1 M sampai terbentuk endapan yang mantap. Ditambahkan 5 ml Ammonia 10 %, kemudian ditambahkan 8 tetes indicator EBT dan dititrasi dengan EDTA 0,0499 M sampai terjadi warna biru. Prinsip perubahan warna indikator logam, dalam larutan yang suasananya sederhana dalam mentitrasi logam, M+m oleh EDTA dengan memakai indikator Ind- akan tersangkut 3 jenis reaksi dalam hubungannya dengan perubahan warna indikatornya.
(i)                 M+m + Z-z  à  MZm-z
(ii)               M+m + Ind-i  à  MIm-i
(iii)             M+m + Y-4  à  MYm-4
Sebelum penambahan EDTA akan berlangsung reaksi (i) dan (ii). Pada percobaan ini juga dilakukan penambahan EDTA, dengan penambahan EDTA maka reaksi (ii) dan (i) begeser ke kiri dan perubahan warna MInd ke warna Ind-i. Sehingga hasil reaksi pada titrasi kompleksometri dalam percobaan ini adalah :
Zn-EBT (Endapan putih)  + EDTA à Zn-EDTA + EBT (biru kehijau-hijauan)














BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
Dari hasil praktikum diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Persentase kadar rata-rata ZnSOkelompok 1 adalah 52,245 %
2.    Persentase kadar rata-rata ZnSOkelompok 2 adalah 68,75 %
3.    Persentase kadar rata-rata ZnSOkelompok 3 adalah 63,84 %
4.    Persentase kadar rata-rata ZnSOkelompok 4 adalah 62.84 %
a.    Saran
               Komunikasi antara praktikan dan asisten sudah berjalan baik, harap dipertahankan.











DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Dirjen POM, RI. 1979. Farmakope Indonesia Jilid IV. Depkes RI: Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.
Tim penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Analisis. Universitas Muslim Indonesia : Makasar.

Vogel. 1979.  Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro edisi kelima bagian I. Jakarta : PT Kalman  Media Pustaka.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS