BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Suatu keadaan dimana zat
padat berubah menjadi cairan dibawah tekanan 1 atmosfer dapat diartikan sebagai
titik lebur dari suatu zat. Selain itu, titik lebur juga dapat diartikan sebagai
keadaan dimana terjadi keseimbangan antara fase padat dengan fase cair lainnya pada suatu zat.
Titik lebur suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu,
zat pengotor, penempatan pada termometer dan lain-lain sebagainya. Oleh karena
itu dalam percobaan penentuan titik lebur kita harus melakukannya dengan teliti
dan hati-hati agar hasil yang diperoleh dapat semaksimal mungkin.
Dalam bidang kefarmasian, titik lebur digunakan sebagai penentuan kualitas
dari suatu zat ataupun kemurnian dari suatu zat yang terdapat pengotoran yang
dapat menyebabkan penurunan nilai titik lebur dari suatu zat ataupun baaahan
obat dari titik lebur yang sebenarnya.
Untuk sediaan-sediaan farmasi berupa bahan obat, pada umumnya berbentuk senyaw-senyawa
kimia. Senyawa kimia tersebut memiliki sifat kelarutan yang berbeda-beda. Maka
dengan memahami titik lebur kita dapat
mengetahui kapan terjadinya keseimbangan
antara zat padat dan bentuk cair dari bahan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari praktikum ini
adalah bagaimana menentukan titik lebur dari asam salisilat ?
C.
Maksud
Praktikum
Maksud
dari praktikum ini adalah menentukan titik lebur zat padat secara mikro dengan
labu tile.
D.
Tujuan
Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah
untuk menentukan titik lebur dari
zat padat yaitu aspirin dengan menggunakan paraffin cair sebagai medium
penghantar panas.
E.
Manfaat
Praktikum
Adapun
manfaat dari praktikum ini adalah mengetahui cara penentuan titik lebur dari
suatu zat.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Teori
Umum
Pada umumnya kelarutan
kebanyakan zat padat dan zat cair dalam solven cair bertambah dengan naiknya
temperature. Untuk gas dalam zat cair,
kelakuan yang sebaliknya terjadi. Kaidah le chatelier meramalkan bahwa kenaikan
temperature akan mengakibatan perubahan endotermik, yang untuk gas terjadi bila
ia meninggalkn larutan (Moechtar, 1990).
Dalam penentuan titik lebur
seketika digunakan block logam yang harus mempunyai sifat yaitu (Moechtar,
1990) :
1. Harus
terdeferensi terhadap zat yang digunakan.
2. Mempunyai
permukaan yang dipolis rata.
3. Mempunyai
lubang silindris pararel dengan permukaan yang dipolis untuk pengamatan
thermometer.
4. Mempunyai
kemampuan menghantarkan panas yang baik.
Paraffin mengkristal sebagai
lapisan-lapisan tipis terdiri dari rantai-ranmtai zig-zag yang tersusun secara
parallel. Titik lebur senyawa hidrokarbon normal yang jenuh bertambah tinggi
dengan bertambahnya bobot molekunya, sebab gaya Van der Waals yang terdapat
diantara molekul-molekul kristalnya menjadi semakin besar dengan bertambahnya
jumlah atom karbon. Titik lebur alkana dengan jumlah atom karbon genap lebih
tinggi dari pada titik lebur senyawa hidrokarbon (Khopkar, 1990).
Penentuan titik lebur karena kenaikan tekanan
dimanfaatkan dalam ski air es. Tekanan dan ski menurunkan titik lebur es dan
menyebabkan es melebur dibawah ski. Lapisan tipis zat cair ini akan memberikan
aksi sebagai pelincir hingga memungkinkan pelincir dapat meluncur di atas
permukaan yang keras dari es. Tentu saja gerakan ski dengan permukaan es juga
memegang peranan besar terhadap peleburan dan aksi pelincir tersebut (Khopkar,
1990).
Panas peleburan dapat
dianggap sebagai panas yang dibutuhkan
untuk memperbesar jarak interatomik atau intermolekuler dalam kristal sehingga
menyebabkan terjadinya peleburan. Ada hubungan erat antara panas peleburan dan
tempertaur dimana zat padat melebur seperti halnya adanya hubungan antara panas
penguapan dengan titik didih. Kristal-kristal yang diikat oleh gaya yang lemah
umumnya titik lebur yang rendah, sedang yang diikat oleh gaya yang kuat
mempunyai panas peleburan yang tinggi dan titik lebur yang tingggi (Khopkar,
1990).
Untuk beberapa zat seperti
KNO3 kelarutannya berubah sangat vepat sedang untuk yang lain lebioh
lambat. Perbedaan-perbedaan dalam kelarutan ini digunakan sebagai dasar untuk
tekhnik laboratorium, yang dinamakan kristalisasi fraksional yang sering
digunakan untuk memisahkan kotoran-kotoran produk suatu reaksi kimia (Muchtar,
1989).
Temperatur dimana cairan
berubah menjadi padatan dikenal dengan titik beku. Temperatur ini sama dengan
titik leleh kristal zat murni. Titik
beku atau titik leleh padatan kristal murni didefinisikan sebagai temperatur
dimana cairan murni dan padatan berada dalam kesetimbangan (Martin, 1990).
Panas peleburan dapat
dianggap sebagai panas yang dibutuhkan untuk menaikkan jarak antar atom atau
antar molekul dalam kristal, sehingga memungkinkan terjadinya pelelehan. Suatu
kristal yang saling terikat dengan gaya yang lemah mempunyai panas peleburan
yang rendah, sedangkan yang terikat
dengan gaya yang kuat mempunyai panas
peleburan yang tinggi dan titik leleh
yang tinggi (Martin, 1990).
Peralatan untuk
penentuan titik didih larutan dengan mempergunakan metode Beckmann. Alat ini
terdiri dari suatu tabung berjaket di mana pada salah satu sisinya ada tempat
untuk memasukkan bahan yang akan diuji. Termometer Beckmann dipasang pada
tabung dan terandam dalam larutan yang akan diuji. Pengaduk gelas dipasang pada
tabung melelui tutupnya dan digerakkan dengan tangan atau dengan motor. Tabung
dan jaketnya dipasang dalam suatu bejana berisi campuran pendingin es dan
garam. Dalam melakukan penentuan, temperature dibaca pada thermometer
diferensial Beckmann pada titik didih pelarut murni, air. Berat zat terlarut
yang diketahui dimasukkan dalam peralatan, yang berisi berat tertentu pelarut,
dan titik beku larutan dibaca dan dicatat (Martin, 1990).
B. Uraian
Bahan
1. Asam
Salisilat (Dirjen POM,56)
Nama Resmi : ACIDUM
SALICYLICUM
Nama Lain : Asam
salisilat
RM / BM : C7H6O3
/ 138, 12
Titik Lebur : 158,5o
– 161o C
Pemerian : Hablur
ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hapir tidak berbau; rasa agak
manis dan tajam.
Kelarutan : Larut
dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P; mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter P ; larut dalam larutan amonium asetat P, dinatrium
hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrap P.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai sampel
2.
Paraffin cair (Dirjen POM, 1979)
Nama
Resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM
Nama
lain : Parafin cair
Penyusun : Campuran
hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral; sebaggai zat pemantap dapat
ditambahkan tokoferol atau butil hidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpj.
Bobot
Jenis : 0,870 g/ml sampai 0,890 g/ml
Pemerian : Cairan
kental, transparan, tidak berfluoresensi; tidak berwarna; hampir tidak berbau;
hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Praktis
tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P dan
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai
media penghantar panas
C. Prosedur Kerja (Anonim,
2012)
1. Perlakuan
yang digunakan disini adalah penentuan titik lebur secara mikro dengan alat
ile. Klem-klem jangan dipasang langsung dengan pipa gelas yang akan dijepi,
tapi hendaknya disisipkan gabus/karet. Lebih disukai bila memakai asbes, karena
tahan panas/api. Kertas tidak boleh dipakai sebab tidak punya daya lentur.
2. Zat
padat yang akan diperiksa harus kering dan digerus jadi serbuk dulu. Kemudian
dimasukkan dalam pipa kapiler yang tertutup sebelah ujungnya berdinding setebal
0,10-0,15 mm. Panjang kapiler secukupnya agar ujung yang terbuka berada diatas
permukaan cairan dalam alat tile dengan diameter sebelah dalam 0,9 – 1,1 mm
(untuk zat yang melebur diatas 100o C) diisi dengan serbuk
setinggi -4 mm. (Sebaiknya apabila
disimpan, ditutup kedua ujungnya dan dipotong apabila hendak digunakan lagi).
3. Letakkan
pipa kapiler tersebut pada termometer, dimana isinya diusahakan sedekat mungkin
pada tengah-tengah pencadang raksa. Agar perlekatan ini tidak lepas, sebaiknya
digunakan selang karet yang dipotong serpa cincin. Cincin karet tersebut
hendaklah dipasang sejauh mungkin dari permukaan cairan tadi. Dapat juga
perlekatan ini tanpa menggunakan cincin karet, yaitu dengan cara melekatkan
pipa kapiler dengan tetesan cairan yang menempel pada pencadang raksa.
4. Letakkan
pencadang raksa ditengah tabung yang vertikal di alat tile.
5. Panasi
pipa samping bagian tile dengan api kecil (mula-mula berasap) sampai ± 15oC
dibawah titik lebur diduga, kemudian dipanasi pelan-pelan dan teratur dengan
kecepatan ± 2oC/ menit.
6. Bagian-bagian
yang melekat pada dinding kapiler meleleh terlebih dahulu, temperatur dimana
bahan ditengah pipa kapiler itu melebur semuanya dicatat sebagai temperatur
titik leburnya. Jadi pembacaan termometer sekali saja yaitu saat melebur
7. Ulangi
pekerjaan tersebut sekali lagi. Pakailah selalu pipa kapiler yang diisi baru
untuk setiap kali percobaan.
8.
BAB III
METODE
KERJA
A.
Alat
yang digunakan
Adapun alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah bunsen, cawan porselin, labu tile, pipa
kapiler, statif, sumbat karet, Termometer, dan wadah.
B.
Bahan
yang digunakan
Bahan yang digunakann pada
praktikum yang digunakan adalah asam salisilat, benang godam, esbatu, parafin
cair, dan tissue.
C.
Cara
kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah :
1. Disiapkan
alat dan bahan
2. Dibakar
ujung atas dari pipa kapiler sampai meleleh dan menutupi rongga ujung dari pipa
kapiler
3. Ditotolkan
asam salisilat sepanjang ± 2 mm dari pipa kapiler
4. Dimasukkan
termometer pada sumbat karet
5. Diikat
pipa kapiler pada termometer
6. Dipasang
labu tile pada statif
7. Dimasukkan
sumbat karet pada labu tile
8. Dipanaskan
lengan labu tile hingga asam salisilat pada pipa kapiler melebur
9. Diamati
suhu pada saat asam salisilat telah melebur sempurna.
10. Ulangi
percobaan dengan menggunakan pipa kapiler yang lain.
BAB IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
A.
Hasil
Praktikum
1. Data
Pengamatan
Pipa
Kapiler
|
Suhu
melebur
|
I
|
160oC
|
II
|
159oC
|
2. Perhitungan
Suhu
lebur menurut teori = 158,5o
– 161o C
Pipa kapiler I
% Rendamen = Suhu praktikum x 100%
Suhu teori
= 159oC x 100%
158,5oC
= 100,31 %
Pipa kapiler II
% Rendamen = Suhu
praktikum x 100%
Suhu teori
= 160oC x 100%
158,5oC
= 100,95 %
B.
Pembahasan
Penggunaan bahan dari golongan keton
seperti aseton ternyata dapat dimanfaatkan dalam bidang kimia organik sintetik
untuk membuat senyawa baru yaitu iodoform. Tidak menggunakan waktu lama untuk
memnuatnya serta bahan-bahan yang dipakai mudah untuk mendapatkannya. Senyawa
yang dihasilkan tersebut sangat bermanfaat dalam lingkungan kimia farmasi
khususnya dalam mensintesis senyawa obat.
Pada percobaan sintesis iodoform ini dibuat dengan
mereaksikan aseton dengan iodine dimana digunakan alcohol sebagai reaksi
penunjuk iod adalah zat padat kuning dengan bau yang khas. Iod banyak digunakan
dalam bidang farmasi sebagai antiseptik.
Pada percobaan ini dilakukan perlakuan yaitu
penimbangan iodium sbanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam labu alas datar
klemudian dilarutkan dengan aseton berlebih dan dititrasi dengan NaOH 8 N
sedikit demi sedikit hingga terbentuk kristal berwarna kuning.
Penambahan NaOH yang pekat dimaksudkan sebagai
katalisator yang akan mempercepat proses kristalisasi. Namun reaksi ini
bersifat reversible sehingga penambahan NaOH tidak diperkenankan berlebih
(artinya harus ditambahkan sedikit demi sedikit) karena jika ditambahkan
berlebih dapat menyebabkan terbentuknya iodium kembali tanpa pembentukan
kristal kuning.
Setelah kristal kuning terbentuk segera ditambahkan
air hal ini dimaksudkan untuk mengencerkan NaOH yang mungkin berlebih. Jadi,
mengurangi kecepatan hidrolisisnya iodoform yang terjadi dengan NaOH. Setelah
itu disaring.
Kristal yang terbentuk tidak boleh bereaksi alkalis
lagi yang ditandai dengan adanya warna kuning pada larutan ketika kristal
dicuci dengan menggunakan alkohol sehingga pada saat kita mencuci kristal
diusahakan tidak bereaksi alkalis lagi dan kristal iodoform yang terbentuk
murni.
Filtrate harus tidak bereaksi alkalis lagi, sebab
dengan adanya suasana alkalis maka pada rekristalisasi dengan alcohol maka
iodoform akan terurai dan kemungkinan akan dibebaskan iodium yang terlihat
dengan coklatnya larutan.
Penambahan iodium dengan aseton menghasilkan
tri-iodo-asetol dan asam iodide dimana menghasilkan larutan yang berwarna
coklat kekuningan dan pada saat penambahan NaOH menghasilkan tri-iodo-metana
dan natrium asetat dimana larutan berubah menjadi warna kuning dan terbentuk
kristal kuning.
Adapun penggunaan alat pada percobaan sintesis
iodoform misalnya digunakan labu alas datar agar dapat berdiri sendiri dan
dapat pula dipegang karena pada percobaan ini akan dilakukan titrasi secara
kasar. Sedangkan pemakaian labu alas bulat tidak dibenarkan penggunaannya dalam
percobaan ini karena tidak dilakukan pemanasan.
Kristal yang terbentuk kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring dan diangin-anginkan hingga kering. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kadar air dalam iodoform. Sehingga yang tertinggal adalah
iodoform yang murni.
Pada percobaan ini terjadi suatu kesalahan dimana
tidak terbentuknya kristal, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu
:
1. Jumlah iod
yang ditimbang terlalu banyak.
2. Penambahan
NaOH yang berlebih.
3. Tidak
langsung menambahkan air setelah terbentuk kristal kuning.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pada pipa kapiler pertama titik
leburnya 160oC dan pada pipa kapiler kedua titik leburnya adalah 159oC.
B.
Saran
Sebaiknya
pada saat praktikum berlangsung, asisten mendampingi praktikannya agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar dan lebih menefisienkan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012. Penuntun Praktikum Kimia
Organik Sintetis. Fakultas Farmasi ; Makassar
Dirjen POM.
1979.
Farmakope Indonesia
Edisi III. DepKes RI : Jakarta.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI – Press : Jakarta.
Martin, A., Swabrick. 1990. Farmasi Fisika Edisi III.
UI-Press : Jakarta.
Moechtar, Dr. Prof. 1990. Farmasi Fisika. Universitas
Gadjah Mada Press
: Yogyakarta.
SKEMA KERJA
Sampel ( asam salisilat )
Ditotolkan pada pipa kapiler
Diikat dengan thermometer
Dimasukkan kedalam penyumbat kare
Dimasukkan ke dalam labu thile
Dipanaskan lengan labu thile sampai
sampel melebur
Diukur titik leburnya/ dicatat titk
leburnya
0 komentar:
Posting Komentar